Meliput Trauma

A Bahasa-Indonesian version of the Dart Center's 40-page guide to help journalists, photojournalists and editors report on violence while protecting both victims and themselves.

Korban dan Mereka yang Selamat

Kematian dan cedera menimbulkan dampak duka yang mendalam.

Setelah pemboman kota Oklahoma pada tahun 1995 di Amerika Serikat, Ed Kelley, Managing Editor The Oklahoman, mengatakan kepada staf surat kabarnya bahwa tragedi ini lebih hebat dari semua yang pernah diliput manusia.

“Banyak mereka yang kehilangan nyawa tidak bedanya seperti kita juga,” ia menulis dalam suatu memo ke ruang berita. “Semasa hidupnya, mereka hidup baik dan berguna. Anak-anak yang tewas bersama mereka juga sangat mempunyai potensi yang baik.”

Komunitas umum

Cara para wartawan meliput peristiwa dapat mempengaruhi bagaimana individu, keluarga, masyarakat dan bangsa bereaksi menysul tragedi yang terjadi.

Chris Peck, Presiden Pemimpin Redaksi Associated Press, mengatakan pada suatu konvensi di Amerika Serikat pada tahun 2001:

“Surat kabar kami membantu bangsa ini memahami apa yang telah terjadi di New York dan Washington, DC [pada tanggal 11 September 2010]. Surat kabar kami berfungsi sebagai alasan yang lazim di mana warga negara harus mempelajari mengenai tragedi dan berbagi kepedulian, keharuan dan keterampilan menghadapinya.”

Wartawan

Ingat bahwa para wartawanpun juga manusia, yang memiliki respon kemanusiaan yang normal terhadap apa yang mereka alami. Baru setelah itu mereka adalah para wartawan. Wartawan dan orang yang mendukung dan bekerja dengan mereka menghadapi tantangan tertentu ketika meliput kekerasan atau tragedi massal.

Mereka mungkin menemukan dirinya dalam suatu posisi dari responden pertama, di antara yang pertama melihat kejadian yang memilukan itu. Mereka berinteraksi dengan orang-orang yang mengalami duka yang luar biasa. Para wartawan yang meliput peristiwa kejahatan, perang, tragedi dan kekerasan seringkali membangun dinding profesional di antara mereka sendiri dengan mereka yang selamat serta saksi mata yang mereka wawancarai. Toh pada akhirnya, mereka harus menyelesaikan pekerjaannya.

Namun setelah duduk dan berbicara dengan orang yang telah mengalami kehilangan yang luar biasa, maka dinding itu dapat menghalangi wartawan dari merasakan dan mengemukakan getirnya terpapar ke tragedi tersebut.

Membuka diri terhadap pengalaman-pengalaman emosional membuat anda menjadi wartawan yang lebih baik. Apabila anda tidak dapat menunjukkan empati dengan mereka yang tengah anda liput, maka anda tidak akan mampu untuk benar-benar mencerminkan pengalaman mereka. Melakukan peliputan mengenai pahitnya pengalaman manusia dapat menjadi pengalaman yang luar biasa berharga. Tetapi bersikap terbuka dan melibatkan diri dengan tekanan manusiawi yang hebat berarti juga terbuka dan rentan terhadap dampak jangka panjangnya.

AL Tompkins dari Poynter Institut untuk Studi Media di Amerika Serikat menulis pernyataan berikut ini tidak lama setelah terjadinya serangan pada tahun 2001 di New York dan Washington.

“Para wartawan, wartawan foto, sound engineer, juru suara dan produser lapangan sering kali bekerja bahu-membahu dengan para petugas darurat. Gejala-gejala stress traumatis dari para wartawan sangat mirip dengan para petugas kepolisian dan para petugas pemadam kebakaran yang bekerja segera setelah terjadinya suatu tragedi, namun para wartawan biasanya menerima sedikit sekali dukungan setelah mereka memasukkan peliputan mereka. Sementara para pekerja keselamatan publik ditawari [dukungan psikologis] setelah trauma, sedangkan para wartawan hanya ditugaskan untuk mencari berita lain.”

Adalah bagian dari tugas wartawan untuk melaporkan berita buruk dan berita baik. Akan ada lebih banyak tanggal dan nama yang akan sangat membekas bagi para korban, mereka yang selamat, masyarakat dan kita sendiri.

Jurnalisme dari Respon Pertama

  • Orang yang telah mengalami pengalaman traumatik yang mendalam atau telah kehilangan seseorang yang dekat dengannya oleh karena keadaan-keadaan yang memilukan secara tiba-tiba, mungkin akan mengalami goncangan jiwa dan tidak mampu lagi memberikan ijin tanpa paksaan (istilah yang asal mulanya digunakan dalam konteks kedokteran medis asli mencakup suka rela, kapasitas dan pengetahuan).
  • Bersikaplah santai dengan mereka – mereka mempunyai hak untuk menolak untuk diwawancarai, untuk diambil fotonya atau difilmkan. Laksanakan prinsip untuk sekurangkurangnya tidak menimbulkan kerugian lebih jauh.
  • Meskipun anda dikejar oleh deadline atau ketidaksabaran ruang berita untuk mendapatkan artikel atau foto, cobalah untuk mengadakan pendekatan sebaik dan sefleksibel mungkin. Perlakukan orang-orang ini sebagaimana yang anda ingin orang lain melakukannya ke anda sendiri. Jangan mengancam orang lain untuk bekerja sama dengan sekedar memaksakan kehendak bahwa wawancara akan membantu orang lain. Berikan kesempatan kepada mereka untuk berbicara dengan anda – tetapi biarkan mereka memutuskan apakah mau diwawancarai atau tidak.
  •  Yang terpenting, bersikaplah akurat dan tidak berpura-pura menunjukkan simpati. Apapun yang dikatakan orang itu, simpati tidak dapat ditutup-tutupi. Bersikaplah terbuka mengenai siapa anda dan apa yang anda ingin lakukan. Sampaikan secara rasa duka cita yang tulus sesegera mungkin dengan penuh perhatian dan dukungan. Anda boleh mengatakan, misalnya, “Saya sangat menyesal sekali dengan kejadian yang menimpa anda”.
  •  Jangan memaksakan, membujuk, mengelabui atau menawarkan imbalan apapun untuk mendapatkan kerjasamanya. Mintalah orang dengan sopan apakah mereka mau diwawancarai atau di foto. Ingat bahwa ketika anda pertama kali berbicara dengan seorang korban atau seorang yang selamat, mereka mungkin bingung atau perhatiannya ke hal lain, dan kemudian, mereka juga tidak dapat menginat apa yang telah anda minta atau yang telah mereka katakan. Khususnya jangan memberikan beban tambahan dengan menegosiasikan liputan “khusus” kepada keluarga yang sedang berduka. “Fokuskan gambar anda pada sisi manusianya. Jika memungkinkan, cobalah untuk tidak terbatas pada sisi mengenai reruntuhan bangunan, kehancuran – baik fisik maupun psikis – dan temukan makna yang lebih dalam mengenai seluruh kehidupan kita.” Tom French dari The St. Petersburg Times (pointer.org).
  • Ingat bahwa para korban, mereka yang selamat, keluarga serta rekan-rekan tengah berjuang untuk mendapatkan kembali kendali atas kehidupan mereka menyusul pengalaman-pengalaman yang mengerikan. Biarkan mereka mengusulkan, kapan, di mana dan bagaimana mereka diwawancarai atau difoto/difilmkan. Sertakan mereka dalam setiap keputusan yang dapat anda lakukan – misalnya, bacakan kembali ucapan-ucapan mereka yang anda telah kutip atau putar ulang rekaman kasar; beri kesempatan kepada mereka untuk menyarankan foto-foto mana dari anggota keluarga yang telah meninggal atau luka yang harus ditayangkan.
  • Biarkan mereka yang diwawancarai dan masih rentan mengatakan kepada anda kapan mereka ingin istirahat, apakah mereka menginginkan anda untuk menutup catatan anda atau mematikan peralatan rekaman anda. Periksa apakah sudah OK untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya. Kemudian dengarkan! Kesalahan terburuk yang dapat dilakukan seorang wartawan adalah berbicara terlalu banyak.
  • Apabila seseorang menangis selama wawancara, jangan panik atau menganggap itu kesalahan anda. Berikan mereka kesempatan untuk menyapu air matanya, dan untuk berjaga-jaga, milikilah persediaan kertas tisu bersih. Jangan takut untuk menawarkan kepadanya – dengan sikap hati-hati, dengan penuh rasa menghargai, dan tanpa menyorongnya ke muka mereka. Air mata merupakan respon yang alami terhadap peristiwa ngeri. Menangis kadang-kadang dapat menunjukkan bahwa orang itu merasa aman berbicara dengan anda. Seringkali, mereka akan lebih siap untuk melanjutkan wawancara setelah mereka menenangkan diri.
  • Hati-hati saat anda ingin mengakhiri wawancara secara sepihak karena anda merasa terganggu, atau anda salah menganggap subyek yang anda wawancarai ingin menghentikannya, hal ini hanya akan semakin membuat mereka tersinggung. Anda mungkin merasa canggung - tetapi selalu ingat bahwa dalam situasi seperti ini INI BUKAN MENGENAI DIRI ANDA.
  • Bahkan meskipun ada sejumlah orang media/berita akan mengejar berita tersebut dan sudut yang lain dan belum pernah diliput sebelumnya, jangan menyerah dengan mentalitas “rombongan”, khususnya ketika banyak media meliput perkembangan selanjutnya, peristiwaperistiwa, kedatangan dsb. Kumpulkan sumberdaya apabila memungkinkan untuk membatasi permintaan pada individu dan dan masyarakat. “Salah satu tip ketika anda sedang berbicara dengan orang yang rentan terhadap apa yang terjadi. Meski anda sedang dikejar deadline yang ketat, jangan pernah lupa apa yang anda minta dari orang itu untuk diceritakan. Orang mungkin bingung, bersikap memusuhi, dan tidak dapat diandalkan. Jangan tergesa-gesa atau tidak sabar untuk mendapatkan sesuatu di luar fokus anda. Seorang rekan TV yang sedang meliput gempa bumi di Turki bersama-sama saya bergegas, melihat pertama kali bangunan-bangunan runtuh, mengambil gambar dengan kamera dan mewawancarai para anggota keluarga. Hanya ketika dia ingin pergi, ada perasaan canggung menyergap. Dia sangat malu. Anda bisa tergoda untuk adanya keharusan menyenangkan hati redaktur anda. Tunjukkan sedikit rasa kemanusiaan.” Stephen Sackur, BBC News.
  • Jangan pernah menanyakan “Bagaimana perasaan anda?” atau “Dengan kejadian ini bagaiman perasaan anda ?” Kedua pertanyaan itu merupakan pertanyaan yang tidak sensitif dan sangat buruk. Ini menempatkan kepada pihak yang diwawancara kembali ke perasaan dukanya – anda hanya akan dapat memperoleh air mata sebagai jawabannya, anda lebih sulit mendapatkan jawaban yang sesuai dan penuh makna. Dan hal ini merupakan salah satu pertanyaan bagi mereka yang selamat dan para korban yang secara konsisten mengatakan pertanyaan itu sangat menekan perasaan mereka dan tidak pantas.
  • Anda dapat mengatakan anda sangat menyesal atas kerugian orang itu, tetapi tidak boleh mengatakan “Saya paham”. Anda tidak paham. Jangan terkejut apabila subyek merespon terhadap permohonan maaf anda dengan mengatakan sesuatu seperti, “Maaf saja tidak cukup.” Tetaplah menghargainya.
  • Hargai juga bahwa mereka mungkin menginginkan ada seseorang bersamanya, atau untuk menunjuk seorang anggota keluarga atau juru bicara dari luar. Mereka dapat dibombardir dengan permintaan-permintaan dari media dan membutuhkan bantuan resmi dalam menangani masalah tersebut, atau membatasi, permintaan-permintaan itu.
  • Untuk para keluarga korban atau mereka yang selamat, kerugian, duka dan masalah yang mereka hadapi adalah terfokus secara intensif dan pribadi. Masalah ini juga akan mempunyai kerangka waktu sendiri. Anda dapat memperoleh cerita atau foto yang lebih baik jika anda dapat menunggu sebentar bersama mereka yang terkena dampak langsung, dan fokuskan pada peliputan langsung atas mereka yang tidak mengalami langsung, misalnya para pekerja penyelamat, para pejabat, tokoh agama dsb.
  • Bilamana mungkin, hindari menjadi orang yang meneruskan berita kematian seseorang atau keluarga. Ada otoritas yang tepat untuk melakukannya. Para kerabat mempunyai hak untuk menerima berita tersebut secara pribadi. Jika anda dimintai informasi tambahan yang mereka mungkin belum miliki, pertimbangkan respon anda dengan sangat hati-hati. Cobalah untuk membayangkan apa yang akan anda rasakan apabila anda berada dalam situasi seperti itu.
  • Ingatlah orang-orang yang anda ajak bicara dalam keadaan ini jarang sekali berhubungan dengan media. Cobalah untuk menjelaskan proses media dan bagaimana berita/ foto/footage anda mungkin dapat digunakan. Juga jelaskan bahwa berita ini akan disusun ulang sebelum di tayangkan/diterbitkan, atau setelahnya, atau tidak digunakan sama sekali. Jujurlah apabila anda mengetahui ada bagian berita yang mungkin disiarkan lebih dari satu kali. [Banyak dari mereka akan mengambil langkah untuk memastikan anggota keluarga yang rentan seperti anak-anak atau orang tua yang harus diberitahu, atau jangan sampai menyaksikan atau mendengar peliputan berita tersebut].
  • Upayakan mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada anda ketika anda berada di sana, dan untuk menelpon anda apabila mereka mempunyai pertanyaan kemudian. Jika anda mendapatkan penolakan, tinggalkan kartu nama yang dapat dihubungi dan katakan kepada mereka anda sangat mengharapkan telepon mereka apabila mereka berubah pikiran nanti. Orang seringkali melakukan hal itu.

 Persepsi dan Penilaian

Surat kabar utama melaporkan peristiwa pemukulan hingga meninggal seorang aktifis hak sipil di Cina. Saksi mata wartawan meyakini benar ia melihat seseorang dibunuh oleh para preman – bola matanya dikeluarkan dari tengkoraknya, lehernya dipatahkan. Surat kabar tersebut memuat beriat itu di halaman depan. Dua hari kemudian, aktivis itu muncul kembali dalam keadaan sehat. Apakah wartawan itu telah mengarangnya liputan itu ? Tidak – ia pernah mengalami respon trauma yang hebat, dan karena mengkuatirkan nyawanya, ia merasa sangat yakin bahwa ia telah menjadi saksi sebuah peristiwa pembunuhan.

  • Trauma serta respon psikologis yang dalam untuk tetap selamat yang terbentuk dengan menyaksikan atau merasa takut cedera atau kehilangan nyawa secara signifikan dapat mempengaruhi penilaian individu, apakah mereka terpengaruh secara pribadi, apakah sebagai saksi mata, ataupun seorang wartawan.
  • Di bawah tekanan yang hebat, dan tergantung pada banyak faktor lain seperti pengalamanpengalaman trauma orang tersebut sebelumnya, otak kadang-kadang dapat menafsirkan secara berlebihan atas sinyal-sinyal yang diterima melalui kelima panca indera.
  • Itulah sebabnya saksi mata terhadap kejadian-kejadian traumatis seringkali tidak dapat diandalkan begitu saja. Dan inilah mengapa para wartawan kawakan pun pada saat mengalami emosi yang tinggi dapat membuat kesalahan redaksional yang serius.
  • Sangat penting bahwa bagi Meja pemberitaan, redaktur dan manajer memahami trauma apa yang dapat mempengaruhi persepsi. Apabila seseorang telah mengalami reaksi trauma pribadi atau emosional yang hebat, maka penilaiannya secara signifikan dapat terpengaruh.
  • Ingat bahwa apabila anda sendiri menjadi saksi atas kekejaman atau trauma, atau apabila anda bertanggung jawab secara redaksional terhadap penerbitan atau penyiaran suatu berita yang mengutip seseorang yang berada di bawah keadaan tertekan/stres – apakah ia seorang saksi mata ataupun rekannya. Luangkan tambahan waktu untuk mengecek, dan apabila perlu, dapatkan sumber berita kedua mengenai apa yang disampaikan kepada anda.

 Siklus Duka

  • Ketahui dan pahami apa yang anda sedang liput. Beritahukan kepada para pembaca bagaimana orang bereaksi dan menghadapi terhadap trauma emosional, serta proses penyembuhannya.
  • Sama saja seperti orang yang melalui proses yang bisa diprediksi apabila seseorang merespon pengalaman yang traumatis, maka peliputannya juga demikian. Sama halnya sebagian besar oang memerlukan sekitar empat hingga enam minggu untuk dapat pulih dari dampak yang segera dari trauma, maka dalam waktu singkat, peliputan juga akan berlangsung melalui siklus yang sering bisa diprediksi. Baik bagi wartawan untuk mengetahui anda sedang berada pada bagian siklus yang mana– hal ini dapat membantu anda tetap memiliki perspektif pada saat yang seringkali melibatkan emosi yang tinggi:
    • Karena dampaknya dapat menenggelamkan apa yang telah terjadi, pertama kali akan ada campuran antara goncangan awal, perasaan kacau dan bingung.
    • Seringkali ada kabar angin pendahuluan yang sangat dramatis- angka kematian yang dibesar-besarkan kematian, ketakutan kontaminasi (misal pasokan air yang diracun), laporan-laporan kekacauan sosial. (Sebagai contoh peristiwa 9/11, laporan awalnya menyebutkan ada puluhan ribu nyawa melayang, di New Orleans dengan pemerkosaandan kekerasan yang meluas menyusul terjadinya badai Katrina yang kemudian tidak terbukti).
    • Namun, dengan sangat cepat, setelah operasi penyelamatan langsung dilaksanakan dan mesin-mesin berita berdatangan, biasanya terdapat masa-masa munculnya kisah-kisah kepahlawanan (heroisme) dan ketabahan. Mereka yang selamat dan penuh keberanian. Kota yang penuh ketabahan, dsb. Ini juga merupakan suatu tahapan – dan seringkali dapat terkait dengan beberapa penyangkalan dari apa yang terjadi.
    • Setelah “bulan madu” awal (biasanya tidak lebih dari beberapa hari), baik mereka yang selamat/korban serta media seringkali dapat berubah ke fase untuk menyalahkan. Layanan penyelamatan yang lambat seringkali mendapat kritik tajam. Respon Pemerintah yang kacau, Konstruksi bangunan buruk yang roboh dalam peristiwa gempa bumi – para arsitek yang disalahkan, dsb. Setelah dua hingga empat minggu, tergantung dari dimensi apa yang terjadi, iringiringan mulai bergerak. Media menemukan headline-headline baru. Orang dibiarkan menjalani kehidupan mereka sendiri.
    • Untuk orang-orang yang melewati respon emosionalnya masing-masing dari apa yang telah tejadi, sebagian besar akan kembali kepada kehidupan mereka yang normal dalam beberapa minggu. Tetapi mereka masih merasa hambar dan menyakitkan lama setelah iring-iringan media lewat -- dan kadang-kadang dapat menemukan pengalaman yang membingungkan dan menyakitkan. Untuk beberapa orang, duka dan kerugian dapat berlanjut hingga berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Setiap orang dapat pulih -atau tidak - dengan caranya sendiri.
    • Ingat siklus ini sambil anda meliput berita. Kenalilah bahwa intensitas perasaan yang diungkapkan pada salah satu poin lebih sering menyangkut kebutuhan orang (mereka yang selamat, korban, wartawan serta politisi) untuk memproses pengalaman mereka bukannya menyangkut dengan apa yang sesungguhnya terjadi.
  • Pikirkan dengan lebih seksama mengenai setiap kalimat dan kata-kata yang anda gunakan. Apakah kalimat atau kata-kata itu menambah pemahaman pendengar/pemirsa/pembaca? Apakah pengkalimatan tersebut memberikan penghargaan tanpa bersifat sentimentil. Jangan katakan misalnya “Komunitas yang terguncang ini meratapi kematian ,” atau ”Para penduduk desa masih mencoba berdamai dengan tragedi tersebut.” Tentu saja mereka begitu. Gunakan kata-kata yang jelas dan sederhana sebagaimana yang dilakukan oleh penulis yang baik untuk sebuah cerita.
  • JANGAN hanya melaporkan misalnya bahwa “para konselor terlatih telah ada,” atau, “mereka telah menerima bimbingan.” Penyuluhan formal sangat penting hanya bagi mereka yang tidak mampu pulih secara alami dari pengalaman traumatis dan yang biasanya tidak terlihat hingga beberapa minggu setelah berlalunya kejadian itu. Apa yang diperlukan pertama kali oleh mereka yang terkena dampaknya adalah dukungan praktis, kehangatan dari sesama, jaminan dan pendidikan mengenai respon normal terhadap trauma.
  • Jangan gunakan kata-kata “masih terguncang”; ”bahkan hingga saat ini masyarakat masih berduka,” atau “Para orang tua/kakak/adik telah kehilangan anak-anak/saudara-saudaranya.” Hal ini menyiratkan bahwa duka mempunyai jangka waktu tertentu, dimulai dari suatu waktu, perlu diakhiri segera, memperpanjang jangka waktu tersebut tidak biasa dan tidak alami.
  • Jangan berasumsi atau meliput bahwa orang atau masyarakat “tidak akan mampu mengatasi” pengalaman traumatis tertentu. Sebagian besar orang dan masyarakat akan pulih, dan kadangkadang sangat cepat. Namun mereka tidak terelakan lagi akan berubah oleh pengalaman yang mereka alami – dan sering kali dalam jangka panjang, dalam beberapa hal diperkaya.
  • Hati-hati dangan kata “tutup.” Kata ini menyiratkan bahwa duka telah berakhir – bahwa orang tidak lagi harus merasa duka. Beberapa orang yang berduka menggunakan kata ini; pastikan anda meminta untuk menjelaskan apa yang mereka maksud dengan kata ini. Apabila orang tidak menggunakan kata tersebut, jangan menambahkannya pada peliputan berita. Demikian juga, istilah dan gagasan tahapan duka berbeda-beda tergantung pada usia, budaya dan sebagainya.
  • Secara ringkas, jagalah segala sesuatunya dalam perspektif.

Penulisan dan Pembuatan Kerangka Cerita

  • Pada saat meliput wawancara individu, pikirkan mengenai apa yang membuatnya berbeda diluar rutinitas. Orang yang anda ajak bicara telah mengalami salah satu pengalaman yang paling sulit dalam kehidupannya. Ada beberapa isu yang menyangkut kepercayaan, bahaya dan tanggungjawab kepada orang lain. Luangkan waktu untuk merefleksikan mengenai apa yang anda telah dengar dan lihat.
  • Setelah anda membuat kerangka pendekatan terhadap cerita itu, pikirkan mengenai apa yang oleh pendiri Dart Centre, Frank Ochberg sebut sebagai peliputan Babak ke 2. Babak ke 1 dapat dianggap sebagai tahapan drama, darah, peristiwa langsung dan dampaknya. Babak ke 2 adalah apa yang terjadi kemudian. Yang sangat sering merupakan cerita yang lebih pribadi, dan hal ini dapat menjadi salah satu cara pemulihan dan ketabahan. Peliputan ini juga merupakan aspek trauma yang mana oleh para pembaca, penonton, pendengar sering kali keluhkan bahwa berita-berita tersebut kehilangan aspek-aspek di atas.
  • Setelah bencana atau tragedi yang hebat, cerita-berita tidak perlu tambahan sensasi atau dibuat-buat. Percayakan saja pada jurnalisme yang baik, mantap, faktual dan tingkat sensitifitas yang sehat. Hindari pengungkapan yang klise. Hati-hati untuk mendaur ulang gambar-gambar dari individu tertentu khususnya mengenai grafik. Juga hati-hati memilih “gambar tragis” sebagai halaman atau ikon layar. Hal ini dapat menjadi gambar terakhir dari suatu keluarga yang kehilangan apa yang dicintainya – dan tidak selalu tepat. “Berita – yang diliput secara lengkap, diverifikasi ditempatkan dalam konteks – tidak boleh menginspirasikan ketakutan yang tidak rasional. Informasi yang kita berikan dan nada penyampaiannya harus berjalan seiring untuk mengarahkan publik terhadap tindakan yang sesuai, meminimalkan rasa panik dan menawarkan beberapa harapan di kemudian hari.’ – Roy Peter Clark, cendekiawan senior, Poynter Institute untuk Studi Media (Poynter.org)
  • Lebih-lebih dalam bentuk jurnalisme lain, pastikan anda tidak mengambil secara bebas fakta, kutipan atau data. Anda HARUS mengatakan/menulis liputan ini dengan akurat, dengan wawasan, sensitifitas serta dengan kebaikan hati.
  • Jangan merekonstruksi kutipan. Gunakan kata-kata yang tepat yang diberikan oleh pihak yang anda wawancarai. Periksa secara cermat dan lakukan periksa ulang, fakta dan nama, waktu, tempat dan sebagainya. Kesalahan pengutipan yang dialami sangat menyakitkan bagi orang pasca trauma – dan kesalahan pengutipan seharusnya tidak perlu terjadi.
  • Apabila anda tidak yakin dengan data, dan anda mempunyai informasi kontak dengan pihak yang anda wawancarai atau rekan-rekan/rekan kerjanya, jangan takut untuk menelpon dan mengecek. Jauh lebih baik untuk menganggu sekali lagi dengan cara ini dari pada mempublikasikan atau menyiarkan sesuatu yang salah.
  • Dalam beberapa hal, dengan wawancara atau liputan yang lebih panjang, anda mungkin berharap pihak yang diwawancarai mendapatkan kesempatan untuk mengetahui apa yang anda tulis. Banyak para wartawan enggan untuk berbagi mengenai laporan secara keseluruhan sebelum publikasi atau penyiaran, tetapi anda mungkin berharap untuk berbicara dengan pihak yang diwawancarai yang kutipan-kutipannya anda gunakan dan menyampaikan apakah mereka cocok dengan peliputan berita yang lebih yang lebih besar.
  • Tanyakan kepada anda sendiri: Apakah peliputan berita ini dapat menimbulkan kerugian terhadap subyek cerita tersebut? Apabila demikian, apakah informasi ini perlu untuk peliputan berita tersebut? Data-data penting, tetapi pertimbangkan apakah detil berdarah-darah seperti identifikasi bagian-bagian mayat, memang diperlukan.
  • Pertimbangkan: apabila anda merupakan korban dan ini ditulis mengenai anda dan pengalaman anda, akankah anda mempertimbangkan hal ini, kapan anda membaca atau mendengar atau melihat laporan ini, sebagai pemberitaan yang yang adil? Jika insting memberitahukan kepada anda bahwa jawabannya tidak, meskipun dalam hal yag kecil sekalipun, maka cerita anda perlu liputan anda harus ditulis ulang.

Meliput Peristiwa-Peristiwa Traumatik Di suatu Masyarakat

  • Pahami bahwa nada liputan anda bisa mempengaruhi nada reaksi masyarakat terhadapnya. Tetapkan bagaimana anda akan membuat kerangka liputan. Misalnya, dengan mempertimbangkan peliputan pemakaman umum untuk para korban, bukannya pemakaman pribadi. Dan apabila anda memutuskan untuk meliput layanan pribadi, panggilah keluarga atau kepolisian untuk memastikan bahwa kehadiran anda tidak akan mengganggu.
  • Tulis liputan berita mengenai kehidupan korban dan posisi mereka di masyarakat. Liputan ini bisa mencakup liputan singkat mengenai korban, hobi-hobi favoritnya, apa yang membuatnya istimewa, serta pengaruh yang dalam dari kehidupannya. Dalam banyak kasus, kerabat korban ingin berbicara ketika mereka menyadari bahwa wartawan tersebut sedang menulis mengenai liputan ini.
  • Pada tahun 1995 setelah pemboman Kota Oklahoma, penduduk Oklahoma menyebut cerita ini ‘Profil kehidupan.” Setelah serangan WTC pada tanggal 11 September, harian New York Times menyebutnya cerita pendek mengenai korban “Potret Duka.” Ceritacerita pendek ini dapat dipublikasikan setiap hari dalam format yang sama hingga seluruh korban telah diungkapkan. Cerita-cerita ini kadang-kadang juga mengarah pada ceritacerita yang lebih besar.
  • Hati-hati untuk tidak terlalu mengandalkan pada “juru bicara”. Mereka yang selamat, saksi serta keluarga/rekan yang artikulatif bisa berada dalam situasi yang tanpa disadari dan dengan tidak nyaman disanjung melebihi para korban lainnya. Akibatnya, orang lain dalam komunitas tersebut mereka merasa dengki karena satu orang atau keluarga mendapatkan perhatian yang jauh lebih besar. Dalam komunitas yang kecil, hal ini dapat menyebabkan keretakan hubungan jangka panjang, bahkan sulit diperbaiki.
  • Sediakan forum untuk menyampaikan apa pendapat orang, khususnya kata-kata yang memberikan dorongan. Tawarkan cara-cara orang dapat membantu dan bagaimana mereka telah membantu. “Para wartawan dan ahli terapi menghadapi tantangan yang sama ketika mereka menemukan subyeknya berada pada resiko cedera lebih jauh. Teknik-tekniknya dapat berbeda tetapi tujuannya adalah sama: untuk memberitahukan mengenai sumber bantuan.” Frank Ochberg.
  • Carilah cara bagaimana orang dapat membantu, termasuk perbuatan baik, dan laporkan kepada mereka kemajuan selama proses pemulihan. Tidak ada yang salah bagi para wartawan memberikan harapan serta berita kepada masyarakat.
  • Secara terus menerus ajukan pertanyaan-pertanyaan ini: Apa yang perlu publik ketahui, dan berapa banyak liputan yang dianggap terlalu banyak? Kapan para wartawan menjadi tergila-gila dengan liputan yang tidak diinginkan oleh publik? Masyarakat lebih penting daripad pembunuhan masal atau bencana. Liputan harus mencerminkan hal itu.

Wartawan sebagai Responden Pertama

Memperhatikan Diri Anda Sendiri dan Satu dengan yang Lain:

“Industri media memerlukan waktu yang sangat lama untuk menyadari bahwa sangatlah alami bagi para wartawan, seperti halnya orang lain, untuk merasakan dampak/efek trauma…Media perlu menyadari tekanan traumatis sebagai subyek yang perlu diperdebatkan. Para pemilik bisnis media harus menerima eksistensinya dan mengambil langkah-langkah untuk menyediakan konseling sukarela dan rahasia kepada staf di setiap tingkatan.” Chris Cramer, President of CNN International Networks

Setiap orang merespon dengan caranya sendiri terhadap trauma. Tergantung pada kepribadian kita, maka pengalaman yang kita peroleh pada masa lalu dan bagaimana kita sesungguhnya mengalami trauma yang telah kita laporkan. Banyak diantara kita mengalami saat-saat yang sulit segera setelah kejadian -khususnya ketika mengakhiri cerita setelah beberapa hari atau beberapa minggu hidup dengan adrenalin yang tinggi. Dalam jangka yang lebih panjang sebagian besar orang akan mampu menghadapinya dengan baik. Tetapi akan ada sekelompok orang, yang sakit atau pun yang gila, yang akan menemukan hal-hal yang lebih sulit untuk diatasi. Tidak boleh ada stigma yang tertinggal pada pengalaman tersebut.
  • Ketahuilah batas-batas kemampuan anda. Jika anda diminta untuk melakukan suatu penugasan-penugasan yang sulit atau berbahaya di mana menurut anda sulit untuk dijalankan, biarkan hal itu diketahui. Jelaskan mengapa anda bukan merupakan orang yang tepat untuk penugasan itu.
  • Ambilah istirahat - dan doronglah orang lain untuk melakukan hal itu. Menjauhi cerita atau bahan selama beberapa menit atau beberapa jam – atau dalam proyek yang lebih lama sehari atau dua hari - akan membantu tubuh dan pikiran memproses dan mengasimilasi lebih sehat dari apa yang dialaminya.
  • Ketahui bahwa sebagai wartawan, anda juga manusia yang perlu untuk memperhatikan emosi anda sendiri. Ketahui perasaan anda, bicarakan apa yang mengenai anda kerjakan dengan rekan kerja, teman atau mitra yang dapat dipercaya. Apabila anda tidak ingin membicarakannya, akan sangat membantu untuk menuliskannya.
  • Ÿ Tentukan rutinitas harian dari kebiasaan-kebiasaan yang sehat, termasuk makanan yang sehat, olah raga yang sederhana (berjalan kaki 30 menit akan sama baiknya dengan berlari 30 menit ) dan minum air yang cukup BANYAK. Hal yang mudah dilupakan. Dr. Elana Newman, pisikologis klinis yang melakukan suatu survei terhadap 800 wartawan foto, mengatakan pada konvensiNational Press Photographers Association di Amerika; ”Menyaksikan kematian dan cedera menimbulkan dampak negatif, dampak ini meningkat dengan pemaparan yang terjadi. Semakin sering wartawan melakukannya, semakin besar kemungkinan mereka mengalami konsekuensi psikologisnya.”
  • Mencari seseorang yang merupakan pendengar yang sensitif. Hal ini dapat menjadi redaktur atau rekan kerja, tetapi anda harus percaya bahwa pendengar tidak akan mengembalikan keputusan pada anda. Hal ini mungkin misalnya seseorang yang telah mengalami pengalaman yang serupa. Dukunglah rekan kerja anda dengan cara yang sama, dan biarkan mereka bicara.
  • Pelajari bagaimana menghadapi stres. Temukan hobi, olahraga, sediakan waktu untuk refleksi, habiskan waktu bersama dengan keluarga, sahabat atau rekan-rekan – atau keempatnya. Berhati-hatilah untuk mengambil libur sendiri yang panjang setelah tugastugas yang berat.
  • Cobalah untuk bernapas dalam. Dokter menyarankan bahwa anda mengambil napas yang panjang pelan-pelan dan hingga hitunga ke lima, kemudian keluarkan perlahan-lahan hingga hitungan ke lima. Bayangkan hembuskan nafas keluar melebihi ketegangan dan hirup udara dengan relaks. Latihan ini dapat bersifat efektif untuk kesehatan mental maupun fisik anda.
  • Pahami juga bahwa masalah-masalah anda dapat menjadi menjadi sangat besar – dan berhati-hatilah dengan reaksi yang lamban/ Sebelum meninggal pada bulan April 1945, koresponden perang Ernie Pyle menulis, ”Saya telah tenggelam di dalamya terlalu lama. Semangat saya rapuh dan pikiran saya kacau. Rasa sakitnya telah menjadi terlalu besar.” Jika hal ini terjadi pada anda, konseling profesional dapat membuat perbedaan besar – dan tidak boleh ada stigma dalam mencari jalan ke luar. “Para fotografer dihadapkan pada trauma-trauma yang hebat. Setiap kali anda melihat foto, apakah itu pada halaman depan surat kabar atau terpampang untuk suatu penghargaan, maka anda menghidupkan kembali ingatan, suara, bau dan adrenalin yang terkait dengan foto tersebut.” kata David Handschuh, yang terluka ketika meliput serangan 11 September 2001 untuk harian New York Daily News.

Stres Pasca Trauma

Wartawan-wartawan yang berada di garis depan beresiko mengalami serangkaian masalah emosional dan kesehatan mental yang berkisar dari kecemasan, depresi, alkohol dan penyalahgunaan narkoba, kesulitan-kesulitan hubungan dalam beberapa kasus, Gangguan Stres Pasca-Traumatis (PTSD).

The American Psychiatric Association menandai PTSD sebagai sedikitnya satu bulan dari kejadian dan mengingat kembali secara instrusif peristiwa-persitiwa, mati rasa emosional, serta menghindari orang-orang dan tempat-tempat yang mengingatkan akan peristiwa tersebut. Gejala-gejala umum lainnya adalah gampang sekali mengalami mudah tersinggung, gelisah atau gugup, konsentrasi yang buruk, gangguan tidur dan perasaan tidak aman.

Mereka yang selamat tetapi mengalami trauma seringkali menjadi depresi atau cemas dan mengalami masalah dengan pekerjaan dan hubungan keluarga. Orang mungkin tidak dapat memahami apa yang menimbulkan gejala-gejalanya dan tidak pernah di diagnosa. Akibatnya, mereka menderita dalam kesendirian, barangkali selama bertahun-tahun.

Stres merupakan reaksi yang normal terhadap pemaparan yang mengerikan atau lama terhadap kekerasan dan tragedi kemanusiaan lainnya. Kekerasan dan dampak emosional setelahnya berdampak pada semua responden pertama, termasuk polisi, pemadam kebakaran dan pekerja ambulan serta para wartawan.

Mengakui adanya kebutuhan terhadap kesempatan untuk menyalurkan emosi setelah terjadinya peristiwa yang traumatis, penembakan atau pemboman bukan suatu pertanda kelemahan, seperti yang dianggap oleh banyak sekali wartawan. Sebaliknya, ketika dilakukan dengan berhasil, diskusi yang sesuai dan terinformasi pasca kejadian dengan rekan-rekan kerja dan – apabila ada cukup kepercayaan, dengan manajer dan redaktur yang peduli – bukan tanda kelemahan tetapi suatu kekuatan.

Tindakan artikulasi -- menulis, menggambar, melukis, berbicara atau menangis -- nampaknya akan merubah cara ingatan traumatis yang tersimpan dalam benak, seolah-olah hal ini memindahkan ingatan dari tempat penyimpanan ke bagian lainnya.

Terutama ketika tindakan disertai dengan kesempatan untuk bersedih, maka artikulasi sering kali memberikan suatu pelepasan emosi yang terkait dengan kejadian dan membuat penulisnya mampu mengingat kembali di kemudian hari dengan kesedihan yang berkurang atau tidak ada sama sekali.

Para wartawan seringkali mencapai hal tersebut dengan menulis atau melakukan liputan berita. Namun, ada juga “hal-hal yang anda tidak bisa muat di surat kabar karena terlalu mengerikan”.

“Apa yang saya benar-benar perlukan [setelah pemboman Kota Oklahoma] adalah waktu dengan rekan-rekan wartawan…untuk membicarakan semua hal yang telah terjadi. Namun, pada saat peliputan kami mulai mengendor, setiap orang sudah terlalu lelah dengan peristiwa pemboman tersebut sehingga kami tidak sempat memperbincangkan hal yang berarti dari pembicaraan tersebut. “Penulis staf dari Oklahoma, Penny Owen.

Konseling memiliki tempat yang sangat berharga dan penting, tetapi tidak perlu menjadi garda terdepan dari respon trauma yang penting. Tim dan dukungan rekan kerjalah yang membuatnya sangat berbeda.

Akan tetapi, apabila seseorang tidak mendapatkannya, atau apabila pengalaman baru membawa menimbulkan stres lama ke permukaan; atau bila seseorang sulit untuk menghadapi kesehariannya, maka konseling bisa efektif. Jangan takut untuk meminta atau menyarankan untuk mempercayai seorang konselor professional.

Apa yang harus Diperhatikan

  • Ingat bahwa untuk jam-jam atau hari-hari pertama setelah kejadian utama, emosi dan adrenalin dapat meninggi. Perasaan aneh -- tertekan, terbebani, bingung, mati rasa, kadang-kadang terlalu mencekam, bukan hal yang aneh sama sekal menyusul penugasan atau peliputan yang berat atau proyek yang berat dan menimbulkan trauma. Setelah beberapa hari berlalu, kini saatnya yang baik untuk mencari waktu melakukan diskusi mundur ke belakang yang terukur, dan juga untuk saling mengawasi selama beberapa minggu.
  • Ada cara yang sederhana untuk memperhatikan apakah anda atau rekan anda telah terpengaruh, dan bagaimana mereka menghadapinya. Pertimbangkan pengalaman anda atau pengalaman rekan anda pada minggu yang lalu, dan pada ceklis dengan 10 poin berikut ini nilai 2 untuk jawaban sangat setuju, 1 untuk jawaban mungkin dan 0 untuk tidak ada jawaban sama sekali.
    • Anda sering mengalami pikiran atau ingatan yang menakutkan mengenai peristiwa traumatis yang muncul di benak anda di luar keinginan anda sendiri;
    • Anda telah memimpikan hal buruk mengenai apa yang terjadi;
    • Anda kadang-kadang bertindak atau merasa seolah-olah sesuatu yang buruk tengah terjadi kembali; Anda merasakan marah dengan apa hal-hal yang mengingatkan kembali;
    • Tubuh anda mengeluarkan reaksi (detak jantung yang cepat, sakit perut, berkeringat, pusing-pusing) ketika Anda mengingat apa yang terjadi;
    • Anda sulit tidur atau tidur nyenyak;
    • Anda mudah tersinggung atau marah tanpa alasan; Anda sulit berkonsentrasi;
    • Anda terlalu was-was terhadap bahaya yang mungkin mengancam terhadap anda sendiri dan orang lain;
    • Anda mudah kaget atau terperanjat dengan sesuatu yang tidak diharapkan.
  •  Apabila nilai seseorang tinggi (12 atau lebih) pada beberapa hari segera setelah liputan berita penting, jangan panik. Ini bukan hal yang aneh, dan normal bila tekanan berkurang dalam beberapa hari atau minggu berikutnya.
  • Selama waktu itu, baik untuk tetap terkait dengan pekerjaan, tetapi barangkali dengan tekanan yang berkurang. Libur tunggal yang lama tidak selalu merupakan hal yang baik. Apa yang paling penting adalah dukungan, perhatian dan pemahaman dari rekan kerja, keluarga dan sahabat.
  • Penting untuk memeriksa diri Anda atau bersama rekan kerja setelah empat atau lima minggu untuk melihat bagaimana keadaan Anda atau mereka. Jika skornya masih tinggi (lebih dari 10 atau sekitar itu), maka hal ini dapat menunjukkan bahwa tekanan terperangkap pada sistem, dan saran profesional atau konseling trauma oleh spesialis dapat membantu.

Ingat

  • Dukungan sosial – dari keluarga, sahabat dan rekan kerja – merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan apakah dan bagaimana orang tersebut akan pulih dari pengalaman traumanya. Penting untuk menyediakan konseling rahasia yang tersedia di latar belakang, tetapi yang terpenting, orang merespon terhadap hubungan, apresiasi, pemahaman dari rekan-rekan kerja mereka.
  • Masalah pribadi dapat memperparah reaksi orang. Sebagai contoh, seseorang yang mengalami perceraian atau yang mempunyai anak kecil dapat mengalami tekanan yang lebih berat oleh berbagai kejadian dibandingkan orang lain.
  • Anda mungkin mempertimbangkan penunjukkan seseorang untuk memonitor kesehatan staf yang dapat membuat rekomendasi berdasarkan informasi yang ada. Setelah peristiwa 11 September 2001, dua “ombudsman staf internal” ditunjuk pada satu surat kabar New York. Elaine Silvestrini, seorang wartawan dan salah satu ombudsman menulis bahwa ia bersama rekan kerjanya mengupayakan peliputan yang sensitif dan perhatian kepada kebutuhan pribadi staf. “Kami menghadiri rapat-rapat redaksi, membantu mendapatkan jawaban atas pertanyaan, memantau rekan-rekan yang beban kerjanya menumpuk dan mengatur bagi yang lain untuk dirotasi agar beban mereka bisa dikurangi. Kami juga berbicara dengan orang-orang ketika yang lainnya mengisyaratkan kami, mereka mungkin sedang menghadapi masalah.”
  • Rencanakan rapat-rapat grup untuk menjelaskan sumberdaya yang ada, nada peliputan, apa yang dapat dilakukan anggota staf untuk membantu diri mereka sendiri dan orang lain, normalitas (seberapapun tekanan yang kadang-kadang terjadi) dari respon-respon emosional terhadap trauma dan pentingnya dukungan rekan kerja.
  • Perhatikan bahwa “dialog psikologis” formal, di mana para peserta telah didorong untuk merasakan dan mengungkapkan emosinya baik secara individu maupun dalam kelompok dalam satu atau dua hari pengalaman traumatis, tidak disarankan sebagai suatu cara untuk mencegah gejala-gejala Stres Paska Traumatis.
  • Hal-hal kecil membuat perbedaan besar. Pada saat peliputan berita yang melibatkan emosi dan tekanan yang berat, maka manajer dan redaktur khususnya bahkan harus mengupayakan lebih daripada biasanya untuk mengakui dan menghargai kerja keras rekan kerja serta prestasi mereka . Email. Herogram. Foto-foto dan ucapan terima kasih pada papan pengumuman. Surat-surat bernada positif dan pesan dari para pembaca/pendengar/pemirsa mengenai liputannya. 
  • Contoh-contoh setelah peristiwa 11 September 2001 mencakup memo dari William Schmidt, Associate Managing Editor The New York Times, dan kutipan-kutipan berikut dari memo yang ditulis oleh Henry Freeman, editor The Journal News: “Kita akan meliput berita dan kita akan terus melakukannya dengan tingkat jurnalistik yang tertinggi. Para pembaca membutuhkan kitasekarang lebih dari biasanya. Apa yang kita lakukan setiap hari – khususnya sekarang – sangat penting. Namun, juga penting bahwa Anda memperhatikan Anda sendiri. Dan bahwa kita saling memperhatikan satu sama lain..”

Keluarga dan Rekan-rekan

“Hanya pada pagi hari, setelah ia bangun dari tempat tidurnya, Capa menunjukkan bahwa tragedi dan perasaan sedih yang mendalam yang ia telah lewati telah meninggalkan stigma pada dirinya. Wajahnya pucat, matanya sayu dan dihantui oleh mimpi buruk; di sini, terakhir adalah orang yang kameranya telah merekam banyak sekali peristiwa maut dan kriminal; inilah kisah mengenai orang yang sedang berputus asa dan mengerang kesakitan, penuh sesal, acak-acakan.” – Irwin Shaw mengenai Robert Capa.

Ketika para wartawan dikirimkan untuk meliput konflik dan tragedi, hal ini dapat menjadi hal yang menimbulkan pengalaman penuh ketegangan dan kadang-kadang kesendirian dan yang menegangkan bagi mitra dan dan keluarga di rumah serta untuk yang melakukan perjalanan. Jaringan sosial dan hubungan di rumah merupakan elemen penting untuk menggalang dukungan yang lebih luas yang akan membantu menjaga individu dan timnya tetap sehat secara emosional dan berfungsi secara maksimum. Penting bahwa pemilik media telah merumuskan dengan jelas kebijakan mengenai dukungan untuk mitra dan keluarga, dan bahwa hal ini diperjuangkan pada tingkatan senior.

Panduan khusus berikut ini bagi para keluarga, mitra dan manajer telah dikembangkan oleh Dart Centre di Eropa setelah berkonsultasi dengan wartawan-wartawan lepas beserta keluarga mereka, serta Rory Peck Trust dan dengan berbagai organisasi media seperti NBC, AFP dan Reuters serta BBC.

Kami berharap panduan ini dapat membantu para mitra membahas bersama-sama dan menghadapi dengan lebih baik, kecemasan dan tantangan yang datang ketika salah seorang dari mereka berada di tempat yang jauh – khususnya apabila penugasan tersebut melibatkan pada peristiwa kekerasan atau tragedi.

Sebelum Penugasan

  • Apa yang Anda tidak ketahui seringkali lebih menakutkan daripada apa yang Anda ketahui. Sebagai mitra, berbicarakan penugasan tersebut bersama-sama, apa yang terlibat, apa yang mungkin membahayakan, serta tindakan-tindakan waspada yang diambil.
  • Atur agar redaktur/ruang pemberitaan bisa mengadakan komunikasi yang secara teratur dengan para mitra di rumah. Sepakati nomor telpon, dengan nama yang bisa dihubungi oleh mitra selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu untuk memberikan dukungan atau informasi.
  • Pastikan agar mereka yang melakukan perjalanan dan mitra mereka telah memberikan persetujuan sesuai dengan informasi yang sesuai, serta menyadari mengenai apa yang terlibat – dalam hal resiko, tindakan-tindakan preventif untuk keselamatan serta tantangan-tantangan pribadi.
  • Periksa apakah para manajer/redaktur memiliki nomor-nomor telpon serta alamat yang selalu diperbaharui dari mitra dan siapa saja (misal: orang tua, sahabat) yang mungkin perlu dihubungi ketika mitra sedang berada di tempat yang jauh. Hal ini berlaku bagi para wartawan lepas serta anggota staf.
  • Pastikan bahwa bagian pemberitaan mengetahui siapa yang harus dihubungi apabila hal terburuk terjadi dan rekan kerja mengalami kecelakaan/ cedera atau meninggal dunia. Hal ini mungkin tidak selalu menyangkut orang yang sangat dikenal atau kerabat terdekat yang resmi.
  • Jika mungkin, setujui - dan patuhi - berapa lama penugasan akan dilakukan.
  • Buat tempat kerja menjadi tempat yang tidak asing bagi mitra dan keluarga. Mereka mungkin perlu diundang untuk bertemu dengan rekan kerja sebelum penugasan, untuk memperkenalkan wajah dan nama dan melihat suasana kerja di kantor.
  • Miliki kebijakan yang jelas dan terbuka mengenai apa yang akan terjadi apabila terjadi hal yang tidak diharapkan. Sebagai contoh: pengaturan asuransi apa yang disediakan.
  • Kadang-kadang ada alasan mengapa orang merasa mereka harus menolak penugasan yang berbahaya. Redaktur harus menghargai hal ini.

Anak-anak

  • Berbicaralah dengan mereka dengan bahasa yang sederhana dan jelas mengapa Mama/Papa harus pergi jauh. Biarkan mereka bertanya dan mengungkapkan ketakutannya, tetapi pertimbangkan dengan seksama seberapa banyak informasi yang mereka perlu ketahui.
  • Anda mungkin ingin membawa anak-anak mengunjungi juga tempat kerja ayah atau ibu mereka.
  • Untuk anak-anak yang lebih kecil, yang dapat merasakan tekanan-tekanan di ruang kelas, bisa menjadi ide yang baik memberitahukan kepada sekolah bahwa ayah atau ibu mereka sedang pergi jauh untuk beberapa waktu. Kelas bahkan mungkin ingin mengirimkan kartu bersama atau email.

Selama Penugasan 

  • Para manajer/redaktur harus mengijinkan dan mendorong tim untuk sering melakukan hubungan telpon dengan orang yang di rumah. Ini bukan bagian dari pekerjaan, tetapi investasi penting untuk menjaga emosi mereka tetap stabil dan baik.
  • Pastikan bahwa mitra dan suami/isteri selalu memiliki informasi dari rekan kerja yang dapat dipercaya mengenai penugasan suami/isteri. Berikan dukungan dan informasi apapun yang anda dapat berikan. Telpon singkat dan ramah untuk menanyakan bagaimana khabar di rumah dapat membuat segalanya berbeda.
  • Jika anda bisa, organisasi-organisasi pemberitaan dan redaktur/manajer dapat membantu suami/isteri dan mitra yang ditinggal di rumah untuk saling berkomunikasi. Mereka mungkin mempunyai pengalaman yang sangat mirip, tetapi merasa terpisah dan sendiri.
  • Jika ada kejadian pada liputan berita yang menimbulkan korban, hubungi mitra untuk memastikan segera. Namun, apabila ada berita buruk yang harus disampaikan, harus dilakukan dengan SANGAT berhati-hati. Website Dart Centre memuat beberapa panduan (Breaking Bad News) mengenai praktek-praktek terbaik dalam bidang ini.

Apabila anda adalah orang yang sedang melakukan perjalanan

  • Selalu upayakan untuk secara teratur menghubungi rumah dan anak-anak – melalui telpon, email, SMS. Beritahukan kepada mereka di mana Anda berada dan apa yang sedang anda kerjakan – jika Anda bisa, dengan humor dan keceriaan.
  • Pastikan pemilik media mengetahui bahwa menelpon ke rumah - dan (terimakasih karena semakin murahnya) biaya untuk melakukan hal itu merupakan bagian dari penugasan. Jangan merasa bersalah untuk melakukannya.

Apabila Anda sedang berada di rumah

  • Anda bisa merasa kesepian. Jangan ragu untuk meminta bantuan dari keluarga dan sahabat. Jelaskan bahwa Anda baik-baik saja.
  • Bicara dengan yang lain dengan situasi yang mirip – barangkali dengan bantuan perusahaan. Berbicara dengan orang yang senasib dapat membuat perbedaan.
  • Jangan ragu-ragu untuk menelpon tempat kerja mitra Anda untuk mendapatkan informasi atau dukungan.

Setelah Penugasan

  • Pulang kembali ke kehidupan rumah seringkali lebih menegangkan - dan membahayakan - bagi hubungan keluarga daripada berpisah dan jauh. Akan sangat membantu bagi para mitra untuk membahas apa yang mereka berdua perlukan untuk memperlancar masa transisi itu.
  • Sangat penting untuk beristirahat dan bersantai setelah melakukan perjalanan yang jauh. Apabila anda pulang ke rumah, para pakar menganjurkan sebaiknya anda menyisihkan sedikit waktu pada perjalanan pulang “mengurangi tekanan” bersama rekan kerja. Namun pastikan mitra anda memahaminya dan setuju.
  • Setelah melakukan perjalanan yang menegangkan, rekan kerja dengan keluargakeluarga perlu untuk berkumpul kembali di rumah. Supervisor harus memberikan waktu untuk melakukannya - dan mungkin ingin membuat mereka tahu bahwa pihak manajemen sangat memahami transisi yang penuh tantangan ini .
  • Setelah berada di rumah, bersabarlah dan hargai satu dengan yang lainnya. Jadwalkan waktu istirahat lebih awal untuk berkumpul kembali.
  • Ingatkan masing-masing akan mempunyai pengalaman yang sangat berbeda – khususnya apabila ada anak-anak kecil di rumah. Bicarakan, namun hati-hati jangan “menumpahkan” emosi atau tekanan.
  • Setiap orang perlu waktu untuk melakukan penyesuaian. Seorang wartawan yang kembali dari penugasan pernah mengatakan: “Ketika Anda berada di tempat yang jauh, maka anda ingin pulang ke rumah – kadangkadang dengan memikirkannya membuat anda terhibur – anda membayangkan sambutan, wajah-wajah yang penuh senyum, ketenangan dan berada di rumah.”
  • Tetapi orang yang di rumah berkomentar: “Ketika dia jauh, saya bisa melakukan semua, pekerjaan rumah tangan, anak-anak dan pekerjaan saya. Jadi ketika ia pulang, saya ingin ia kembali bekerja, mau ke luar rumah, dan tidak cuma bengong di rumah.”
  • Anda tidak dapat selalu berada di sana untuk peristiwa-peristiwa khusus dalam kehidupan anak-anak. Ketika Anda kembali, sediakan waktu untuk melakukan hal-hal yang normal bersama.
  • Setelah melakukan perjalanan yang menegangkan, rekan kerja dengan para keluarga perlu untuk berkumpul kembali. Biarkan mereka melakukannya. Mungkin ingin membuat mereka tahu bahwa pihak manajemen sangat memahami transisi yang penuh tantangan ini.
  • Jika orang-orang perlu lebih banyak dukungan atau nasehat yang rinci, ada konselor yang terlatih yang dapat membantu. Redaktur dapat mempertimbangkan untuk menawarkan jasa konselor yang bisa dihubungi.

Menangani Foto-foto Kejadian Traumatis

  • Bayangkan foto-foto yang menimbulkan trauma seperti radiasi - dengan dampak yang obyektif dan tidak dapat dihindari pada tubuh dan jiwanya. Seperti para pekerja nuklir, para wartawan mempunyai pekerjaannya sendiri. Tetapi seperti halnya dengan radiasi, minimalkan pemaparannya.
  • Tidak seorangpun perlu, atau diharapkan untuk menonton gambar-gambar video yang tidak akan pernah disiarkan. Tim dan para manajernya perlu untuk menyetujui bahwa tidak apa-apa untuk mematikan monitor, atau setidak-tidaknya untuk memalingkan muka, pada saat dimasukkan adegan yang penuh kekerasan muncul. Dan menerima resiko kadang-kadang kehilangan sebuah peliputan berita.
  • Suara dapat menjadi hak paling buruk. Untuk mereka yang tergabung pada tim yang harus menonton apa yang masuk, dan membuat pilihan untuk melakukan penyuntingan, setidaknya memastikan suara dimatikan.
  • Kapanpun video grafik akan dimasukkan (termasuk pengulangan), maka redaktur yang bertugas harus memberikan peringatan kesehatan melalui sistem pengeras suara. Hal ini memberikan kesempatan, setelah gambar dimasukkan, untuk memalingkan muka.
  • Redaktur, programer dan ruang pemberitaaan perlu diberitahukan mengenai tindakan preventif yang diambil oleh mereka yang melakukan penyuntingan foto dan video – dan harus bersabar dan penuh pengertian meskipun pada saat bekerja di bawah tekanan.
  • Organisasi dan ruang pemberitaan harus menyetujui panduan yang jelas mengenai di mana dan apakah bahan-bahan grafis disimpan, dan siapa yang akan memastikan pada semua shift bahwa bahan tersebut tidak akan terlihat secara tidak sengaja. Bahan demikian harus direkam hanya sekali.

Tempat kerja

  • Tim harus dididik mengenai respon yang normal terhadap trauma – bagaimana orang-orang yang berbeda mengatasi dengan cara yang berbeda pula, bagaimana dampaknya dapat terakumulasi selama beberapa waktu.
  • Orang-orang yang berhubungan dengan bahan-bahan ini harus didorong untuk berbicara satu dengan yang lainnya mengenai pengalamannya. Setelah periode yang sangat buruk, kumpulkan tim untuk melakukan stok opname.
  • Tempat kerja yang menangani foto-foto kekerasan harus, bilamana memungkinkan, mempunyai jendela fisik ke dunia luar, bahkan meskipun hanya nampak sedikit ke langit nyata. Apabila tidak memungkinkan, pertimbangkan untuk menempatkan layar plasma dengan gambar “weathercam” hidup mengenai dunia luar yang nyata.
  • Tempat kerja ini, lebih dari lainnya, memerlukan tanaman dan kesan alami. Pada saat stres, tubuh dan jiwa manusia secara alami dibuat santai oleh tumbuhan hijau dan alam.
  • Mereka yang harus menangani foto-foto harus perlu memandang layar ini. Ikuti apa yang dilakukan oleh perokok dan tekankan pentingnya keluar ruangan untuk menghirup udara segar. Namun berhatilah-hatilah, nikotin – dan kopi - dapat merangsang saraf dan meningkatkan kecemasan.

Wanita, Kekerasan dan Perang

Budaya ruang pemberitaan seringkali didasari asumsi bahwa bekerja di bisnis pemberitaan, tidak ada perbedaan nyata antara pria dan wanita.

Dalam beberapa hal, mungkin ini benar. Tetapi wanita yang bekerja di bidang jurnalisme memiliki kekuatiran yang menyangkut keselamatan dan kesehatan yang tidak dialami oleh rekan kerja pria, khususnya pada lingkungan-lingkungan yang penuh permusuhan serta zona konflik.

Tantangan yang dihadapi wartawati mudah terabaikan, terutama di mana mereka bekerja sebagai wartawan lepas. Kadang-kadang, kebutuhan dan pengalaman wanita dianggap terlalu memalukan atau tidak nyaman. Meskipun dalam sebagian besar kasus, manajer dan rekan kerja tidak menyadarinya.

Section in memberikan tekanan khusus kepada isu-isu yang diutarakan dalam debat, konsultasi dan riset dengan para wartawati yang diprakarsai oleh Dart Centre bekerja sama dengan International News Safety Institute (INSI).

Beberapa Isu Penting

“Budaya Pembuktian"

Wanita kadang-kadang akan mengambil resiko yang tidak perlu untuk membuktikan bahwa mereka “setangguh wartawan pria”. Kadang-kadang mereka merasakan bahwa mereka harus bekerja lebih keras untuk bersaing.

  • PELECEHAN. Khususnya pada zona konflik, wartawati mungkin harus tinggal bersama di rumah pondokan bersama rekan kerja atau nara sumber, harus tinggal dalam satu kamar hotel, kendaraan atau tenda yang jumlahnya terbatas - dan pada akhirnya harus menerima ajakan yang tidak diharapkan. Para wartawati dapat memikirkan bahwa pelecehan adalah bagian dari pekerjaan. Tetapi tidak harus seperti itu.
  • PEMERKOSAAN. Resiko dan ketakutan diperkosa dapat menjadi ketakutan yang abadi, biasanya berupa ketakutan yang tidak terungkap. Perang adalah kekerasan – dan kekerasan menumbuhkan semua jenis prilaku agresif. Pemerkosaan merupakan ancaman yang sangat nyata. Namun, hanya sedikit saja wanita yang membicarakannya dengan atasan pria mereka. Apakah terjadi atau tidak, akan ada banyak sekali rasa malu yang terkait. Demikian juga perasaan takut bahwa dengan mengutarakan isu ini bisa menimbulkan dampak negatif terhadap karir mereka. Perasaan seperti ini tidak boleh ada.
  • JAKET PELINDUNG. Biasanya dibuat untuk pria, yang secara fisik lebih besar dari wanita dan tentunya bentuknya berbeda. Memakai jenis pakaian pelindung yang salah dapat menimbulkan sakit punggung kepada wartawati. Yang lebih buruk, beberapa wanita menghindari mengenakan pakaian pelindung karena terlalu berat.
  • KESEHATAN WANITA. Menstruasi dapat menjadi suatu isu yang canggung. Wartawati bisa merasa malu untuk meminta pembalut wanita di lapangan. Juga menjadi hal yang biasa bagi wartawati yang sedang mengandung mengalami keguguran – dan tidak mengatakannya kepada siapapun.
  • SOPAN SANTUN. Tidak seperti halnya pria, sebagian besar wartawati lebih menyukai setidak-tidaknya semak, pohon, dinding atau saluran-saluran untuk dapat membuang hajat - dan kadang-kadang menghindari minum sebelum selesai penugasannya agar tidak buang air kecil di tempat umum. Tidak seorang pun harus merasa malu untuk meminta atau memberikan bantuan menemukan cara yang nyaman untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
  •  HUBUNGAN KELUARGA DAN KELUARGA. Banyak wartawati yang bekerja di zona perang masih lajang. Beberapa di antara mereka adalah ibu-ibu dengan tanggung jawab mengasuh anak di rumah. Pengalaman-pengalaman wartawati dengan hubungan keluarga dan sebagai orang tua dapat menjadi sangat berbeda dari rekan kerja prianya – dan semua ini memerlukan pengakuan. 

Rekomendasi

  • Wartawati harus didorong untuk membahas kebutuhan-kebutuhan khususnya untuk dukungan dan perlindungan dari rekan kerjanya - pria DAN wanita - serta menjamin bahwa kebutuhan ini terpenuhi.
  • Rekan kerja dan manajer harus menyadari mengenai tekanan yang tidak perlu dialami oleh wanita untuk membuktikan bahwa mereka mampu menunaikan pekerjaan itu.
  • Harus dibuat secara eksplisit jelas kepada setiap orang bahwa pelecehan seks serta ajakan yang tidak diharapkan tidak bisa diterima. Atasan pria harus menyadari hal ini dan mengakui adanya ancaman serta ketakutan terhadap pemerkosaan.
  • Jika bekerja sebagai wartawan yang diikutkan ke medan perang, jangan berasumsi apapun mengenai keselamatan diri anda. Lakukan yang anda dapat lakukan untuk mendapatkan kejelasan di muka mengenai kondisi yang akan anda hadapi. Tanyakan siapa yang akan menemui anda, di mana anda akan tidur, dsb, sehingga anda mengetahui apa yang dapat diharapkan.
  • Jika mungkin, wartawati harus diijinkan memberikan pendapat siapa yang ingin mereka ajak kerjasama dalam satu tim.
  • Wartawati (termasuk wartawati lepas) juga harus, jika mungkin, diberikan kesempatan untuk berlatih bela diri.
  • Kursus pelatihan lingkungan yang penuh permusuhan harus secara langsung membahas pada kebutuhan wanita – yang pada gilirannya akan membantu meningkatkan kesadaran di antara rekan kerja prianya.
  • Wanita perlu pelindung tubuh yang lebih kecil dan lebih pas dipakai yang dapat dikenakan dengan nyaman.
  • Para rekan kerjanya – pria dan wanita – harus mengambil inisiatif untuk menanyakan kepada wanita yang bekerja dengannya, apakah mereka memerlukan pasokan pembalut wanita tambahan.
  • Sebelum penugasan, karyawan wanita dan para manajernya harus memastikan mereka mengetahui setiap kebiasaan-kebiasaan lokal yang spesifik terhadap wanita.

Beberapa Petunjuk Praktis Wanita-ke-Wanita

  • Bawa alarm serangan atas diri mereka.
  • Mengenakan cincin kawin dapat mengatasi perhatian yang tidak diinginkan.
  • Jika mengunjungi negara-negara muslim, bawa tutup kepala / cadar di dalam tas untuk berjaga-jaga.
  • Berhatilah-hatilah untuk ke luar rumah dengan rambut basah. Di beberapa negara, hal ini dapat disalah-artikan sebagai sinyal seksual.

Pengarang

Joe Hight, managing editor The Oklahoman, President of the Dart Center for Journalism & Trauma’s Executive Committee. Pada tahun 1995, Joe Hight memimpin tim wartawan and editor yang meliput korban pemboman di Oklahoma City. Liputan Oklahoman memenangkan beberapa penghargaan nasional, termasuk Penghargaan Dart (The Dart Award) untuk Kesempurnaan dalam Pelaporan Korban dan Kekerasan. Frank Smyth, wartawan lepas serta seorang kontributor terhadap Crimes of War: What the Public Should Know, yang diedit oleh Roy Gutman dan David Rieff. Dia juga merupakan perwakilan Washington dari Komisi yang berkedudukan di New York untuk Melindungi Para Wartawan.

Cait McMahon, Direktur Dart Centre Australasia, dan psikolog terdaftar. Cait McMahon mempunyai pengalaman kerja yang lama dengan para veteran perang Vietnam dengan PTSD diagnosa, dan bekerja selama beberapa tahun sebagai konselor pada surat kabar ‘The Age’. Keahlian risetnya adalah dalam hubungan antara Stres Paska Trauma dengan Pertumbuhan Traumatik.Australia - Phone - +61 (0) 419131947

The Dart Center for Journalism & Trauma, berkedudukan di Universitas Washington di Seattle, merupakan salah satu pusat sumber daya dan pengembang program untuk mahasiswa, para pendidik, wartawan dan organisasi-organisasi pemberitaan yang berminat dalam hubungan antara jurnalisme dan trauma psikologis. www.dartcentre.org

© 2006 Dart Centre Europe for Journalism & Trauma.

Downloads